1Detik - Badan Pusat Statistik (BPS) DKI Jakarta mencatat kenaikan persentase masyarakat miskin ekstrem di Jakarta.
Hingga awal 2023 ini, sebanyak 95.668 penduduk Jakarta tergolong warga miskin ekstrem. Angka tersebut setara dengan 0,89 persen warga Ibu Kota.
Sementara itu pada Maret 2021 lalu, persentase warga miskin ekstrem di Jakarta ada di angka 0,6 persen. Artinya, ada kenaikan sebanyak 0,29 persen, sebagaimana dilansir Kompas.id.
Seseorang disebut miskin ekstrem apabila kemampuannya untuk memenuhi kebutuhan dasar sangat rendah.
Rata-rata pengeluaran masyarakat miskin ekstrem kurang dari Rp 11.633 per hari atau Rp 348.990 per bulan.
Potret warga miskin ekstrem
Gambaran kemiskinan itu dapat dilihat dari kehidupan Arif (49) yang merupakan nelayan di Kampung Apung, Penjaringan, Jakarta Utara.
Ia tinggal di sebuah rumah papan bersama istri dan kedua anaknya.
Arif mengaku pendapatannya kurang dari Rp 300.000 per bulan, sehingga ia harus mengatur pengeluaran secara ketat agar kebutuhan keluarganya tercukupi.
Harga bahan pokok yang terus melambung membuat Arif kesusahan. Demi mendapatkan uang tambahan, Arif terpaksa mengumpulkan sampah plastik untuk dijual kembali.
Ia mengaku pernah menerima bantuan sosial saat pandemi Covid-19 melanda di tahun 2020. Namun, bantuan itu hanya sampai ke tangannya sekali.
Warga Penjaringan lainnya, Indah (50), mengaku juga hanya mendapat bantuan sosial di awal pandemi. Setelah itu, mereka tidak pernah mendapatkannya lagi.
Padahal, suami Indah sempat terjangkit Covid-19 dan tak dapat melakukan pekerjaannya sebagai pengemudi ojek daring.
”Saya dengar ada BLT (Bantuan Langsung Tunai) yang dibagiin pemerintah, tetapi sampai sekarang enggak ada yang kami terima tuh. Dulu, cuma sekali dapat bansos tetapi habis itu udah enggak ada lagi. Orang kecil emang cuma bisa berharap saja. Istilahnya, untuk ubah nasib udah enggak mungkin,” tuturnya.
Strategi pemerintah