Polemik Beach Club Gunungkidul,Gubernur DIY Tegas Jelaskan Itu Adalah Kawasan Karst
Yogyakarta,DIY,1detik.info
— Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X menyebut bahwa pembangunan beach club tidak mungkin didirikan di kawasan Karst di Kabupaten Gunungkidul. Hal ini dikatakan Sultan menyusul banyaknya penolakan dari masyarakat terkait proyek tersebut.
Dikatakan Sultan bahwa tidak ada komunikasi sebelumnya dari pemerintah setempat yakni Pemkab Gunungkidul terkait dengan pembangunan beach club. Mengingat proyeknya dilakukan di Gunungkidul, izin dan kewenangan memang menjadi tanggung jawab Bupati Gunungkidul.
Sultan menegaskan, perlu dikaji lebih jauh terkait pembangunan proyek tersebut, apakah berada di kawasan karst yang dilindungi atau tidak. Selain itu, Sultan juga menekankan wajib untuk dipertimbangkan berbagai aspek lainnya sebelum membangun beach club di kawasan Karst.
"Kalau pembangunan di Karst Geologi Gunungkidul yang dilindungi tidak mungkin dan hal-hal seperti itu mestinya harus dilakukan kajian. Kalau diizinkan bangun di karst yang dilindungi, itu jelas salah," kata Sultan.
Selain itu, Sultan juga menegaskan bahwa di kawasan karst yang merupakan cagar budaya, tidak boleh ada bangunan. Aturan tersebut tidak bisa ditawar, sesuai dengan Permen Nomor 17 Tahun 2012 tentang Pedoman Keterlibatan Masyarakat dalam Proses Analisis Dampak Lingkungan Hidup dan Izin Lingkungan.
Pasalnya, kawasan bentang alam Karst merupakan kawasan lindung geologis sebagai bagian kawasan lindung nasional. Artinya, kata Sultan, manfaat pemanfaatannya tidak boleh berpotensi merusak kawasan bentang alam Karst itu sendiri. "Mestinya kan tidak boleh kawasan itu untuk ada bangunan," tutup Sultan.
Sekretaris Daerah (Sekda) DIY, Beny Suharsono juga menambahkan serta menegaskan kembali untuk rencana pembangunan beach club di Kabupaten Gunungkidul wajib mempertimbangkan aspek lingkungan dan manfaat bagi masyarakat. Selain itu, dampak lingkungan yang bisa ditimbulkan dari rencana proyek itu juga tidak boleh diabaikan.
“Keputusan tentang investasi daerah disebut sepenuhnya menjadi kewenangan pemerintah kabupaten setempat. Namun perlu diketahui investasi harus menjunjung banyak hal. Makanya desain pariwisata di DIY kan pariwisata yang berbudaya. Saya tidak melihat atas tidak jadinya investasi, tetapi memang Yogya harus dilihat sampai ke arah sana,” kata Beny dalam keterangannya.
Beny juga menekankan dalam pemberian izin ini perlu dipastikan terkait proyek pembangunan sudah ada analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL). Proses AMDAL inilah yang wajib diikuti, dan tidak boleh diabaikan.
"Pemda DIY terbuka dengan kucuran dana swasta untuk mendukung pengembangan dan akselerasi ekonomi wilayah. Namun harus disesuaikan dengan karakteristik dan aturan di DIY. Tidak mungkin pergerakan ekonomi tanpa didukung investasi, namun investasinya harus yang memang sesuai dengan kebutuhan DIY,”tutup Beny.
Sebelumnya diberitakan Raffi Ahmad mundur dari proyek pembangunan Beach Club di Gunungkidul. Meski begitu, Koalisi Gunungkidul Melawan mendesak pemerintah daerah (pemda) dan investor lainnya turut membatalkan proyek Beach Club tersebut.
Koalisi Gunungkidul melawan terdiri dari berbagai organisasi diantaranya WALHI Yogyakarta, Komunitas Gunungkidul Melawan, Climate Rangers Jogja, hingga LBH Yogyakarta. Deputi Direktur WALHI Yogyakarta, Dimas R. Perdana mengatakan bahwa pihaknya menyambut baik itikad dari Raffi tersebut.
Meski, saat ini pihaknya masih menunggu realisasi dari pernyataan Raffi yang menarik diri dari investasi pembangunan resort dan Beach Club di kawasan bentang alam karst Gunungkidul dan Gunung Sewu tersebut. “Walaupun Raffi Ahmad sudah menyatakan akan keluar dari proyek tersebut, bukan berarti proyeknya akan berhenti,” kata Dimas.
Reporter (Ragil)