Uang Logam Ditolak, Pelayanan BI Kepri Dikecam: Profesionalisme yang Hilang?

Ket foto : curhatan seorang warga yang ditolak BI dalam penukaran uang.

1DETIK.INFO Batam – Ada yang janggal dari kisah seorang warga Batam yang pulang dengan rasa kecewa setelah mendatangi Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Kepulauan Riau, Jumat (13/12/2024). Bukan sekadar kecewa karena tidak bisa menukarkan uang logamnya, tapi juga perlakuan petugas yang justru membuatnya merasa direndahkan.

Kedatangannya ke BI dengan niat sederhana: menukarkan uang logam yang masih sah digunakan. Namun, bukannya mendapat pelayanan, ia malah disambut pernyataan bernada melecehkan dari seorang petugas keamanan. Ketika warga itu dengan nada bercanda berkata, “Saya buang nih?”, petugas justru menjawab enteng, “Buang aja, kan uang Bapak,” sambil tertawa.

Jawaban itu, meski mungkin dianggap ringan oleh petugas, menyimpan makna yang jauh lebih berat. Apakah uang logam kini tak lagi bernilai di mata bank sentral? Ataukah profesionalisme para petugas pelayanan mulai memudar?


BI Kepri Terkesan Angkuh?

Warga tersebut, yang datang sesuai arahan pada pukul 14.30 WIB, menyampaikan kekecewaannya atas sikap petugas yang dianggap jauh dari semangat pelayanan publik. “Rasanya seperti saya ini salah alamat. Datang ke kantor BI malah seperti orang yang tak diinginkan,” ujarnya.

Ketika masyarakat kecil datang dengan harapan sederhana, perlakuan seperti ini bukan hanya menyakitkan, tapi juga mencoreng nama besar Bank Indonesia. Bukankah BI adalah wajah negara dalam mengelola keuangan rakyat? Mengapa petugas yang seharusnya menjadi garda depan pelayanan justru memperlihatkan arogansi seperti itu?


Klarifikasi yang Tidak Menyentuh Hati

Pelaksana Harian Kepala Perwakilan BI Kepri, Husni Naparin, dalam klarifikasinya menyebutkan bahwa penolakan tersebut bukan kebijakan BI. Menurutnya, warga itu datang di luar jadwal penukaran uang logam yang hanya tersedia pada Senin dan Kamis.

Namun, apakah jadwal bisa menjadi alasan untuk memperlakukan masyarakat dengan cara yang tidak manusiawi? Bagaimana mungkin seorang petugas di institusi sebesar BI bisa meremehkan uang logam, yang meski kecil nilainya, tetap sah sebagai alat pembayaran?


Pelanggan Bukan Raja di Kantor BI?

Peristiwa ini memunculkan pertanyaan mendasar: apakah BI masih peduli pada masyarakat kecil? Warga yang membawa uang logam seberat 8 kilogram itu datang bukan untuk meminta belas kasihan, tapi untuk mendapatkan haknya. Jika bank sentral, simbol kepercayaan masyarakat terhadap keuangan negara, saja tak mau melayani dengan baik, ke mana lagi rakyat harus mengadu?

Kritik yang lebih tajam juga muncul terkait profesionalisme petugas. Jika pernyataan seperti “Buang aja, kan uang Bapak” dianggap wajar, maka ini bukan hanya persoalan etika, tapi juga cerminan sistem yang bermasalah. Apakah BI sudah lupa bahwa mereka adalah pelayan masyarakat, bukan sebaliknya?


Saatnya Bersih-Bersih di BI

Kisah ini tak boleh berlalu tanpa evaluasi serius. BI harus segera bertindak tegas terhadap oknum-oknum yang mencoreng nama institusi. Memecat petugas yang merendahkan warga adalah langkah awal untuk mengembalikan kepercayaan publik.

Selain itu, perlu ada perubahan sistem pelayanan yang lebih ramah dan transparan. Edukasi tentang prosedur penukaran uang harus disampaikan dengan jelas, tanpa membuat masyarakat merasa bersalah karena tidak tahu.


Uang Logam dan Nilai yang Hilang

Uang logam, meski kecil, adalah simbol kepercayaan. Ketika bank sentral sendiri mulai meremehkannya, bagaimana kita bisa berharap masyarakat menghargainya? Jangan sampai BI lupa, bahwa tugas mereka bukan hanya menjaga stabilitas keuangan, tapi juga menjaga martabat setiap warga negara, sekecil apa pun nilai yang dibawa.

BI harus belajar dari peristiwa ini. Karena jika dibiarkan, bukan hanya uang logam yang dianggap remeh, tapi juga harapan rakyat kecil untuk mendapat pelayanan yang adil.

(Gultom)


0 Komentar

KLIK DISINI Untuk MENDAFTAR
Cari Semua Kebutuhanmu Disini!