Hampir 30 Tahun, SP8 di Pelalawan Masih Jadi Tanda Tanya Besar

Pelalawan, Riau, 1detik.info -

Selama hampir tiga dekade, keberadaan SP8 di Kabupaten Pelalawan, Riau, terus menjadi teka-teki yang belum terjawab. Persoalan ini tidak hanya menjadi sorotan masyarakat, tetapi juga memicu sejumlah aksi protes, termasuk yang dilakukan oleh para keponakan Batin beberapa tahun lalu melalui gerakan "Gelap Mata" yang sampai melibatkan pusat di Jakarta. Hingga kini, sengketa agraria terkait SP8 masih menggantung tanpa kejelasan.


Mafia Tanah di Pelalawan, Kapan Berakhir?

Munculnya praktik mafia tanah di Pelalawan dan Riau pada umumnya semakin menambah keresahan masyarakat. Salah satu praktik yang dianggap tidak adil adalah skema "tukar guling" lahan yang dilakukan oleh pihak perusahaan. Dalam praktik ini, lahan masyarakat yang berada di dalam Hak Guna Usaha (HGU) digantikan dengan lahan perusahaan di luar HGU. Namun, mekanisme ini dinilai penuh dengan kejanggalan dan kerap merugikan masyarakat.


Salah satu Anak keponakan batin bwrinisial R dan juga salah satu tokoh masyarakat setempat, mengkritik keras pola tukar guling tersebut. Menurutnya, skema ini tidak transparan dan hanya menguntungkan pihak perusahaan. "Tukar guling itu tidak tepat sasaran dan tidak mengikuti aturan. Contohnya, pembagian lahan sering kali tidak adil. Ada yang tidak punya lahan malah mendapatkan bagian, sementara yang hanya memiliki satu lahan mendapat lebih dari yang seharusnya," ujar Mister R.


Ia menambahkan, jika pimpinan perusahaan mau turun langsung ke lapangan untuk memeriksa, banyak kejanggalan yang akan terungkap. "Selama ini, mereka hanya percaya pada laporan bawahan. Akibatnya, terjadi praktik yang tidak sesuai aturan, seperti adanya oknum yang justru mendapatkan bagian lahan melalui tanda tangan palsu atau manipulasi dokumen," tegasnya.


SP8: Perkampungan Siluman yang Jadi Simbol Masalah Agraria. 


"Hilangnya SP8 dalam administrasi pemerintahan juga menjadi bahan perbincangan serius. Setelah hampir 30 tahun, wilayah ini berubah menjadi perkampungan "siluman" tanpa kejelasan status hukum. Rahman menyindir, "Dulu saat sekolah, kita diajarkan menghitung angka dari nol sampai 100. Tapi di Pangkalan Lesung ini, ada ajaran baru. Dari angka 6 dan 7, langsung loncat ke 9. Ke mana hilangnya angka 8? Apakah sengaja dihapus atau menjadi angka siluman?"


Persoalan ini menegaskan perlunya perhatian serius dari pemerintah dan penegak hukum untuk menyelesaikan sengketa agraria di wilayah ini. Masyarakat berharap, tidak ada lagi praktik mafia tanah yang merugikan, serta ada kejelasan hukum terkait status SP8. Sampai kapan masyarakat harus menunggu?. 


(Sarmin)

0 Komentar

KLIK DISINI Untuk MENDAFTAR
Cari Semua Kebutuhanmu Disini!