![]() |
Ket foto : Dr. Alwan Hadianto, pakar hukum dari Universitas Riau Kepulauan (UNRIKA). |
1detik.asia , Batam – Dalam beberapa tahun terakhir, Kejaksaan Agung menunjukkan taringnya dalam memberantas korupsi di Indonesia. Prestasi ini terlihat dari sejumlah kasus besar yang berhasil dituntaskan dan penyelamatan keuangan negara yang mencapai triliunan rupiah. Namun, di tengah gemilangnya kinerja Kejaksaan, sebuah survei dari Litbang Kompas yang menyebutkan peningkatan citra KPK dibanding Kejaksaan mendapat sorotan tajam dari berbagai pihak, termasuk akademisi dan praktisi hukum.
Dr. Alwan Hadianto, pakar hukum dari Universitas Riau Kepulauan (UNRIKA), mengkritisi hasil survei tersebut. "Kita perlu melihat dengan jernih apa parameter yang digunakan dalam survei itu. Kalau hanya berbasis persepsi, maka hasilnya tentu tidak bisa sepenuhnya mencerminkan realita di lapangan," ujar Alwan.
Menurut Alwan, survei yang menunjukkan citra KPK lebih baik dari Kejaksaan perlu dipertanyakan kredibilitasnya, terutama karena Kejaksaan telah membuktikan capaian signifikan. "Lihat saja, kasus Jiwasraya, ASABRI, dan lainnya. Itu semua membuktikan bahwa Kejaksaan bekerja nyata menyelamatkan uang negara, bukan sekadar pencitraan," tambahnya.
Data menunjukkan bahwa Kejaksaan telah berhasil menyelamatkan keuangan negara sebesar Rp30 triliun dalam dua tahun terakhir. Selain itu, beberapa kasus besar yang melibatkan tokoh-tokoh berpengaruh juga berhasil diselesaikan. Contoh nyata adalah pengusutan kasus korupsi dana pensiun ASABRI yang merugikan negara hingga Rp23,73 triliun.
"Efisiensi dalam menangani kasus juga menjadi keunggulan Kejaksaan. Mereka langsung tuntas ke akar masalah tanpa menimbulkan banyak kontroversi," jelas Alwan.
Sebaliknya, KPK belakangan ini kerap dikritik karena dinilai kehilangan taji setelah revisi UU KPK. Beberapa kasus yang ditangani justru memunculkan polemik, seperti penangkapan kepala daerah yang belakangan dipertanyakan legalitas operasinya.
Survei Litbang Kompas menyebutkan citra KPK lebih baik dibanding Kejaksaan. Namun, Alwan menilai bahwa survei tersebut tidak mencerminkan realitas karena terlalu mengandalkan persepsi publik. "Apakah masyarakat benar-benar memahami apa yang dikerjakan KPK dan Kejaksaan? Atau hanya mendasarkan opini dari pemberitaan yang beredar? Ini yang harus dijelaskan," tegasnya.
Alwan menambahkan bahwa publikasi hasil survei semacam ini berpotensi menyesatkan jika tidak didasarkan pada data yang valid dan terukur. "Jangan sampai publik hanya disuguhi angka tanpa memahami konteks. Harus ada transparansi tentang bagaimana survei itu dilakukan," katanya.
Di tengah perdebatan ini, Alwan menekankan pentingnya sinergi antara KPK dan Kejaksaan dalam pemberantasan korupsi. "Tidak perlu saling membandingkan atau memperdebatkan siapa yang lebih baik. Yang penting, kedua lembaga ini bekerja sama untuk menyelamatkan uang negara dan memulihkan kepercayaan publik," ujarnya.
Ia juga mengusulkan agar pemerintah mendorong kolaborasi yang lebih erat antara kedua lembaga. "Kalau Kejaksaan dan KPK bisa bersinergi, tentu hasilnya akan jauh lebih maksimal. Korupsi adalah musuh bersama, bukan ajang kompetisi antar-lembaga," pungkas Alwan.
Alwan mengingatkan lembaga survei agar lebih berhati-hati dalam menyusun parameter dan mempublikasikan hasil survei. "Survei bukan hanya soal angka, tapi juga soal tanggung jawab. Jika parameter tidak jelas, maka hasil survei justru bisa merusak kredibilitas lembaga yang disurvei," katanya.
Kritik ini menjadi penting mengingat peran survei dalam membentuk opini publik, terutama di tahun politik seperti sekarang. Masyarakat diharapkan lebih kritis dalam menerima informasi dan tidak langsung terpengaruh oleh hasil survei yang belum tentu mencerminkan realita.
Perdebatan tentang citra KPK dan Kejaksaan menunjukkan bahwa publik masih mengharapkan kinerja optimal dari kedua lembaga tersebut. Namun, yang lebih penting adalah bagaimana keduanya dapat bersinergi untuk memberantas korupsi yang masih menjadi momok besar di Indonesia. Pada akhirnya, transparansi dan kerja nyata adalah kunci utama untuk memulihkan kepercayaan publik.
(Gultom, 1Detik.info)
0 Komentar