Warga Tembesi Tower Digusur: Keamanan Negara atau Kekerasan Berbungkus Hukum?

Ket foto : ribuan personil tim terpadu dikerahkan dalam mengeksekusi lahan Tembesi tower didampingi seorang anggota DPRD kota Batam.

1DETIK.INFO Batam – Ketika ribuan aparat gabungan dan TNI-Polri diturunkan untuk menggusur ribuan warga di Tembesi Tower, pertanyaan besar muncul: Apakah ini pengamanan atau pamer kekuatan? Proses penggusuran yang melibatkan alat negara ini justru meninggalkan jejak luka dan kemarahan warga Tembesi Tower, yang merasa terabaikan oleh pemerintah yang seharusnya melindungi mereka.

Proses penggusuran ini dilaksanakan dengan dalih "penertiban" lahan yang disebut milik PT Tanjung Piayu Makmur. Namun, di balik itu, terdapat fakta bahwa warga Tembesi Tower telah tinggal di lokasi tersebut selama puluhan tahun, bahkan telah mengajukan permohonan legalitas ke BP Batam. Sayangnya, permohonan ini seolah-olah hanya menjadi dokumen tak berharga di atas meja birokrasi yang dingin.

Ombudsman RI, yang seharusnya menjadi pengawas kebijakan publik, sebelumnya telah memberikan rekomendasi agar konflik ini diselesaikan secara humanis dan melalui musyawarah. Namun, apa yang terjadi? Rekomendasi itu sepertinya hanya menjadi angin lalu. Dalam eksekusi penggusuran, pendekatan "humanis" itu justru berubah menjadi aksi intimidatif, dengan ribuan aparat berseragam yang siap siaga bak menghadapi ancaman besar. Siapa yang sebenarnya diancam di sini, kalau bukan warga Tembesi Tower?

"Ini bukan penggusuran, ini penghancuran hidup kami!" kata salah seorang warga Tembesi Tower yang harus merelakan rumahnya rata dengan tanah tanpa solusi yang jelas. Warga Tembesi Tower mengaku tak hanya kehilangan tempat tinggal, tapi juga akses pada kehidupan layak—pekerjaan, pendidikan anak-anak, hingga rasa aman di negeri sendiri.

Ketidakpastian Hukum: BP Batam dan Transparansi yang Dipertanyakan

Kisruh ini sebenarnya bermuara pada satu hal: pengelolaan lahan oleh BP Batam yang penuh tanda tanya. Bagaimana bisa warga Tembesi Tower yang sudah menetap puluhan tahun justru kalah oleh perusahaan yang tiba-tiba mendapatkan hak atas lahan tersebut? Apakah ini soal hukum, atau ada "permainan" yang lebih besar di balik meja perundingan?

BP Batam, yang diharapkan menjadi pengelola profesional, justru dianggap menjadi sumber dari ketidakpastian ini. Warga Tembesi Tower menuding BP Batam tak pernah memberikan solusi konkret atas permohonan legalitas lahan mereka. Sementara itu, perusahaan besar dengan mudah mendapatkan akses dan keistimewaan. Transparansi? Tampaknya kata ini hanya menjadi jargon tanpa makna.

Lebih ironisnya, seorang anggota DPRD Kota Batam tampak hadir menyaksikan langsung proses penggusuran ini. Ketika dikonfirmasi melalui pesan WhatsApp apakah kehadirannya mewakili DPRD Kota Batam atau atas nama pribadi, hingga berita ini diterbitkan, yang bersangkutan belum memberikan tanggapan. Pertanyaan publik pun mengemuka: apa motif seorang wakil rakyat hadir dalam proses penggusuran yang menyakitkan ini tanpa ada langkah nyata untuk melindungi warganya?

Kabag Humas BP Batam, Sazani, juga bungkam ketika dimintai konfirmasi terkait legalitas lahan Tembesi Tower. Pertanyaan media mengenai kapan PT Tanjung Piayu Makmur mendapatkan legalitas dan dokumen apa yang membuktikan kepemilikan lahan tersebut hingga kini belum dijawab. Padahal, berdasarkan informasi yang diterima, lahan Tembesi Tower saat ini masih dalam proses persidangan di PTUN Tanjung Pinang, Kepulauan Riau. Jika benar demikian, apa dasar BP Batam menyerahkan lahan yang masih bersengketa kepada pihak perusahaan?

Alat Negara atau Alat Kepentingan?

Pelibatan TNI-Polri dalam penggusuran ini menimbulkan pertanyaan etis dan legalitas. Apakah benar aparat negara yang dibiayai oleh rakyat digunakan untuk menggusur rakyat itu sendiri? Undang-Undang jelas menyebutkan bahwa pelibatan TNI dalam operasi sipil harus didasarkan pada kondisi tertentu, seperti ancaman nasional. Namun, apakah ibu-ibu, anak-anak, dan lansia yang tinggal di Tembesi Tower dianggap ancaman negara?

Jika pendekatan intimidasi seperti ini terus dilakukan, maka jangan heran jika kepercayaan masyarakat terhadap institusi negara semakin tergerus. Warga Tembesi Tower tidak butuh pamer kekuatan, mereka butuh keadilan dan solusi.

Penggusuran Tembesi Tower bukan sekadar kasus sengketa lahan. Ini adalah cerminan bagaimana negara memperlakukan warganya yang lemah. Jika kebijakan seperti ini terus dibiarkan, maka pemerintah harus siap menghadapi stigma buruk sebagai rezim yang hanya peduli pada kepentingan pengusaha, bukan rakyatnya.

Warga Tembesi Tower mungkin tak punya kekuatan besar untuk melawan. Namun, suara mereka adalah cermin dari kegagalan pemerintah dalam menjalankan amanah konstitusi. Dan bagi aparat, alangkah baiknya jika seragam yang mereka kenakan digunakan untuk melindungi rakyat, bukan untuk menakut-nakuti mereka.

Hingga berita ini diturunkan, BP Batam, pemerintah daerah, dan pihak terkait belum memberikan penjelasan yang memadai soal alasan di balik penggusuran ini. Yang jelas, luka warga Tembesi Tower akan terus membekas—dan menunggu kapan keadilan itu benar-benar tiba.

(Gultom)

0 Komentar

KLIK DISINI Untuk MENDAFTAR
Cari Semua Kebutuhanmu Disini!