Ucapan Yandri Susanto Sebut Wartawan dan LSM 'Bodrek' Picu Gelombang Protes.

Ket foto : Hasil tangkap layar video yang mengundang kontrovesial.

1Detik.asia Batam - Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal (PDT), Yandri Susanto, kembali memicu kontroversi setelah pernyataannya dalam sebuah video yang beredar di media sosial. Dalam video tersebut, Yandri menyebut wartawan dan LSM sebagai 'Bodrek'—istilah yang awalnya dikenal sebagai merek obat sakit kepala, tetapi dalam konteks ini digunakan untuk menggambarkan wartawan dan aktivis gadungan yang diduga menjalankan praktik tidak etis. Pernyataan ini langsung memantik gelombang protes dari berbagai kalangan, terutama dari komunitas pers dan aktivis sosial.

Sejumlah organisasi pers dan LSM mengecam keras ucapan Yandri, menilai bahwa pernyataan tersebut tidak hanya merendahkan profesi wartawan dan aktivis, tetapi juga dapat merusak kepercayaan publik terhadap peran mereka sebagai pilar demokrasi. Perkumpulan wartawan serta beberapa lembaga swadaya masyarakat menuntut klarifikasi dan meminta Yandri untuk bertanggung jawab atas ucapannya.

Menanggapi kritik yang semakin meluas, Yandri memberikan klarifikasi bahwa ucapannya tidak ditujukan kepada seluruh wartawan dan LSM, melainkan kepada oknum-oknum yang menyalahgunakan profesi mereka. "Saya menegaskan bahwa pernyataan saya hanya merujuk kepada pihak-pihak yang terlibat dalam praktik pemerasan dan penyalahgunaan jabatan, bukan kepada jurnalis dan aktivis yang bekerja dengan integritas," ujar Yandri pada Sabtu (1/2/2025).

Namun, pembelaan tersebut tampaknya belum cukup meredakan kemarahan publik. Penggunaan istilah 'Bodrek' dinilai sebagai bentuk generalisasi yang memperkeruh situasi, alih-alih memberikan kritik yang konstruktif. Bagi sebagian pihak, pernyataan ini semakin menambah daftar panjang kontroversi yang melibatkan Yandri selama menjabat.

Sebelumnya, pada Oktober 2024, Yandri juga menjadi sorotan setelah menggunakan kop surat dan stempel resmi kementerian untuk acara pribadi, yakni peringatan haul ibundanya. Tindakan tersebut dikritik luas sebagai penyalahgunaan atribut negara untuk kepentingan pribadi, melanggar etika birokrasi yang seharusnya dijunjung tinggi oleh pejabat publik. Meski telah meminta maaf, logo resmi Kementerian Desa dan PDT tetap terpampang di backdrop acara tersebut, memicu keraguan publik terhadap keseriusan permintaan maafnya.

Sebagai seorang pejabat negara, setiap ucapan dan tindakan Yandri akan selalu berada dalam sorotan publik. Alih-alih melontarkan pernyataan kontroversial, masyarakat berharap Yandri bisa lebih bijak dalam bertutur dan bertindak. Seorang pemimpin harusnya mampu membangun sinergi dengan semua elemen masyarakat, termasuk wartawan dan LSM, demi kepentingan bersama. Jika tidak, citra dirinya sebagai pejabat publik bisa semakin tercoreng, dan kepercayaan publik terhadap kementerian yang ia pimpin pun akan terus tergerus.

(Gultom)


0 Komentar

KLIK DISINI Untuk MENDAFTAR
Cari Semua Kebutuhanmu Disini!