Jakarta, 1detik.asia -
Seorang ilmuwan di Italia, pada 2017, menjadi berita utama karena keterlibatannya dalam sebuah studi baru yang mengejutkan. Ia dan tim peneliti di China mengklaim telah berhasil mentransplantasikan kepala seekor tikus ke tubuh tikus lain.
Makalah mereka yang diterbitkan dalam jurnal CNS Neuroscience & Therapeutics, dipuji sebagai sebuah langkah maju menuju operasi transplantasi kepala manusia. Namun, para ahli saraf di seluruh dunia waspada terhadap klaim-klaim ini.Metode yang ditunjukkan dalam makalah baru ini membuat kemajuan dalam satu teknik khusus yang disebut 'anastomosis sefalosomatik' atau CSA. CSA melibatkan pembiusan hewan, pemotongan sumsum tulang belakangnya, dan menjaga otak tetap hidup hingga dapat disambungkan ke tubuh donor. Hal ini telah dilakukan sebelumnya.
Sergio Canavero dan timnya mengulangi prosedur ini, menempelkan kepala tikus kecil ke tubuh tikus yang lebih besar beberapa kali. Kepala tersebut tetap hidup selama beberapa jam setiap kali. Menurut para ahli, kemenangan utama dalam penelitian ini adalah kemampuan untuk menjaga organ tetap hidup hingga ditempelkan, dengan menggunakan suplai darah dari tikus ketiga.
"Menjaga organ tetap hidup dan utuh selama prosedur transplantasi merupakan bagian yang sangat penting dari transplantasi," kata Dean Burnett, ahli saraf di Cardiff University, dikutip dari Wired.
"Setiap pendekatan atau data yang dapat membantu meningkatkan proses ini akan sangat berharga," ujarnya.
Namun di sinilah nilainya berakhir.
"Eksperimen saat ini tampaknya hanya bertujuan untuk menunjukkan bahwa kepala yang terpenggal 'dapat' tetap hidup dan ditempelkan pada tubuh lain, tetapi hal itu tidak memberi tahu kita lebih dari sekadar fakta bahwa hal itu secara fisik memungkinkan untuk dilakukan," kata Burnett.
"Itu adalah latihan yang tidak ada gunanya dalam teknik bedah mikro," kata Paul Zachary Myers, profesor biologi di Minnesota Morris University.
Masalahnya, meski merupakan pertunjukan kerumitan yang mengesankan untuk dapat menjahit kepala tikus ke tubuh tikus lain, teknik ini tidak memecahkan masalah utama dalam transplantasi kepala: regenerasi saraf.
Kemampuan sistem saraf pusat kita untuk meregenerasi neuron adalah kunci bagi kelangsungan hidup kita. Orang dengan cedera tulang belakang, misalnya, dapat kehilangan kemampuan untuk meregenerasi neuron dan ini dapat menyebabkan kematian dini.
"Masalahnya adalah saraf tidak akan beregenerasi dengan cukup baik untuk bertahan hidup dalam jangka panjang," kata Dr. Gordon Lee, dokter bedah plastik dan direktur bedah mikro di Stanford Health Care.
Sumber: (detik.com)
0 Komentar