Simalungun, 1detik.asia -
Oknum penyidik Polres Simalungun berinisial Aipda FS dituding melakukan kekerasan terhadap Nico Arya Prapanca Silalahi, terduga pelaku pencurian sawit, terkait hal ini, Kasi Humas Polres Simalungun AKP Verry Purba membantah tudingan tersebut.
Verry Purba menjelaskan kronologi kejadian ini bermula pada Sabtu 15 Maret 2025, saat itu petugas piket Polres Simalungun melakukan pemeriksaan terhadap Nico Silalahi yang ditangkap atas dugaan tindak pidana pencurian buah kelapa sawit.
Saat diperiksa, Nico Silalahi diam dan tidak mau menjawab pertanyaan penyidik, kata Verry kepada Mediaonline, Kamis 10/4/2025.
Tak lama kemudian, Nico Silalahi berteriak dengan suara keras minta tolong, teriakan Nico membuat keluarganya yang menunggu di luar ruang pemeriksaan memaksa masuk.
Dan menerobos hadangan petugas piket, ujarnya.
Saat itu, Verry mengaku keluarga Nico Silalahi keluar dari ruang pemeriksaan.
Namun petugas piket narkoba berhasil membawa kembali Nico ke ruangan penyidik, Setelah situasi kondusif, pemeriksaan kembali dilanjutkan, ungkapnya.
Diberitakan sebelumnya, Polda Sumut diminta untuk menindaklanjuti laporan dugaan kekerasan yang dilakukan oleh oknum penyidik Polres Simalungun berinisial Aipda FS terhadap Nico Arya Prapanca Silalahi.
Permintaan itu disampaikan Dorben Silalahi selaku ayah kandung Nico Arya yang ditetapkan sebagai tersangka atas tuduhan tindak pidana pencurian buah sawit.
Dorben Silalahi mengatakan pada tanggal 20 Maret 2025, pihaknya membuat dua laporan ke Polda Sumut, yakni ke Propam Polda Sumut dengan nomor laporan: SPSP2/55/III/2025/SUBBAGYANDUAN.
Kemudian, pihaknya juga membuat laporan ke Ditreskrimum Polda Sumut dengan nomor: STTLP/B/424/III/SPKT/POLDA SUMATERA UTARA, atas dugaan tindak pidana penganiayaan yang dialami Nico saat menjalani proses pemeriksaan.
Anak saya (Nico) mengalami kekerasan saat menjalani proses pemeriksaan dan sempat dibawa ke rumah sakit akibat penganiayaan yang dilakukan oknum penyidik pembantu Satreskrim Polres Simalungun berinisial Aipda FS," lanjut Dorben kepada wartawan, Rabu 9/4/2025.
Pihak keluarga menyampaikan bahwa tindakan yang dilakukan Aipda FS tidak mencerminkan prinsip-prinsip penegakan hukum yang mengedepankan asas praduga tak bersalah, dan perlindungan terhadap hak asasi manusia (HAM).
Kami berharap Bapak Kapolda Sumut tolong kami masyarakat kecil yang terzalimi, kami hanya meminta keadilan, ujarnya.
Selain itu, ia juga berharap kepada Kapolda Sumut agar memerintahkan jajarannya untuk membebaskan Nico dari segala tuduhan yang tidak diperbuat anaknya.
Kami meminta agar anak saya yang dituduh mencuri sawit dibebaskan dan Aipda FS harus ditindak sesuai dengan hukum yang berlaku di negara Indonesia, ucap Dorben.
Kasus ini berawal dari Nico ditangkap pada Jumat 14 Maret 2025 malam di kawasan PTPN di Kecamatan Jorlang Hataran, kabupaten Simalungun.
Anak saya dituduh mencuri setelah mobil pikap yang dikendarainya diisi sekitar enam tandan buah sawit oleh sejumlah orang yang dikenal, ungkapnya.
Menurut Dorben, buah sawit tersebut dilempar ke dalam mobil, tak lama setelah itu, mobil yang dikendarai Nico dihentikan oleh pihak keamanan kebun dan polisi.
Anak saya kemudian langsung digiring dan diborgol di lokasi kejadian, jelas Dorben.
Alih-alih langsung dibawa ke Polres, Nico dibawa terlebih dahulu ke Kantor PTPN dan bermalam di sana, keesokan harinya, Nico baru dibawa ke Polres Simalungun dan dijadikan tersangka dengan barang bukti puluhan tandan sawit yang menurut keluarga tidak diketahui asal-usulnya.
Yang lebih mengejutkan, keluarga mengaku Nico sempat mengalami kekerasan fisik saat diperiksa oleh penyidik, mereka menuding Aipda FS sebagai pelaku penganiayaan.
Saat diperiksa, anak saya sempat menjerit minta tolong karena dipukuli. Kami langsung ribut dan meminta agar dipindahkan ke ruangan lain, cetus Dorben.
Jon Efendi Purba selaku kuasa hukum Nico menilai penetapan status tersangka dan penahanan terhadap kliennya terlalu prematur.
Dia menegaskan bahwa langkah penyidik Polres Simalungun tersebut tidak berdasarkan bukti yang kuat dan bertentangan dengan prinsip-prinsip hukum acara pidana.
Penetapan tersangka terhadap klien saya terlalu prematur, apalagi langsung dilakukan penahanan, sementara pelaku utama pencurian sawit justru masih bebas berkeliaran, klien saya dituduh sebagai penadah, padahal tidak ada fakta hukum yang jelas tentang niat, perbuatan, dan urutan waktu yang bisa membuktikan tuduhan tersebut, terang Jon.
Jon Efendi mengungkapkan bahwa kliennya menjadi korban kekerasan saat proses pemeriksaan oleh oknum penyidik, Polres Simalungun.
Dugaan penganiayaan tersebut telah dilaporkan secara resmi ke Polda Sumatera Utara, termasuk ke Bidang Profesi dan Pengamanan (Bidpropam) sebagai pelanggaran kode etik.
Kami telah melaporkan tindakan penganiayaan itu ke Polda Sumut dan juga ke Bidpropam, Saksi mata ada, hasil visum dari rumah sakit juga sudah kami serahkan, serta bukti foto dan video yang mendukung laporan kami juga tersedia, jelasnya.
Atas dasar itu, Jon Efendi mendesak Kapolda Sumut agar segera meninjau kembali penetapan tersangka terhadap Nico Arya, serta menindak tegas oknum penyidik yang diduga melakukan kekerasan.
Kami meminta agar oknum penyidik tersebut segera ditetapkan sebagai tersangka dan pelanggar etik. Keadilan dan kepastian hukum harus ditegakkan tanpa pandang bulu, katanya
Hasil gelar perkara pada hari itu, kata Verry Purba, menetapkan Nico Silalahi sebagai tersangka atas dugaan tindak pidana pencurian dan atau penadah sebagaimana diatur dalam Pasal 363 ayat (1) ke 4e KUHPidana Subs Pasal 480 KUHPidana.
Lebih lanjut Verry menyampaikan, terkait laporan polisi yang dibuat Aipda FS atas dugaan penganiayaan yang dilakukan oleh keluarga tersangka, hal ini terjadi saat keluarga Nico memaksa membawa tersangka keluar dari ruang pemeriksaan.
Aipda FS bahkan diduga mengalami kekerasan fisik pada saat kejadian tersebut, ucap Verry.
Sejurus kemudian, pihak keluarga meminta tersangka diperiksa kesehatannya di RSUD Rondahaim Pematang Raya.
Hasil pemeriksaan medis menunjukkan bahwa tersangka dalam keadaan sehat dan tidak dilakukan rawat inap
Setelah kembali dari rumah sakit, tersangka dimasukkan ke dalam Ruang Tahanan Polisi (RTP) Polres Simalungun.
Ini sesuai dengan Surat Perintah Penahanan Nomor: SP HAN/ 39/III/2025/ RESKRIM tanggal 16 Maret 2025.
Polres Simalungun akan terus melakukan proses penyidikan terhadap kasus ini secara profesional dan transparan, imbuhnya.
Verry membeberkan jika Aipda FS juga telah membuat laporan polisi atas dugaan kekerasan yang dialaminya.
Kami juga akan menindaklanjuti laporan polisi yang dibuat oleh Aipda FS, tukasnya.
(Donny)
0 Komentar