![]() |
Ket foto : Tambang pasir dilokasi Lahan milik Pa itung. |
1Detik Batam — Aktivitas penambangan ilegal di kawasan Bukit Tengkorak, Sambau, Kecamatan Nongsa, Kota Batam, diduga terus berlangsung hingga April 2025. Penggalian bukit dilakukan untuk memperoleh material tanah dan batuan sebagai bahan baku pencucian pasir, yang kemudian dijual secara komersial.
Informasi yang dihimpun media ini menyebutkan, aktivitas tambang berlangsung hampir setiap hari, terutama pada sore hingga malam hari. Para pelaku menggunakan alat berat berupa ekskavator dan truk enam roda untuk mengeruk bukit, kemudian mengangkut material ke beberapa titik lokasi pencucian pasir atau tangkahan yang berada di sekitar kawasan tersebut.
“Setiap truk diisi penuh tanah hasil pengerukan dan dihargai sekitar Rp110.000 per ritase. Jumlah pengangkutan mencapai 50 hingga 100 truk per malam,” ungkap seorang sumber di lapangan yang enggan disebutkan namanya.
Dugaan keterlibatan oknum aparat dan pemilik lahan pun mencuat. Mereka diduga memanfaatkan klaim kepemilikan dengan surat alas hak sebagai tameng legalitas, meskipun lokasi yang dikeruk masih termasuk dalam kawasan hutan lindung dan daerah resapan air.
Selain kerusakan ekosistem, warga sekitar juga mengeluhkan jalanan yang menjadi licin saat hujan akibat lalu lintas truk pengangkut tanah. Bahkan, terdapat dugaan bahwa kegiatan ini tidak mengantongi izin resmi.
"Pengelola menyewa ekskavator dan bekerja sama dengan pemilik mesin pencucian pasir. Ada sekitar lima titik tangkahan di sekitar bukit yang setiap malam menerima pasokan tanah hasil pengerukan," tambah sumber tersebut.
Di salah satu titik, juga ditemukan alat penyemprot air bertekanan tinggi yang digunakan untuk melunakkan tanah bukit. Tanah kemudian disedot menggunakan mesin dan dialirkan ke bak pasir untuk diproses dan dijual kembali.
Aktivitas penambangan tanpa izin (illegal mining) merupakan pelanggaran serius yang diatur dalam sejumlah peraturan perundang-undangan:
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba):
Pasal 158 menyatakan bahwa setiap orang yang melakukan penambangan tanpa izin resmi (IUP, IUPK, atau IPR) dipidana dengan penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp100 miliar.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup:
Pasal 98 ayat (1) menyatakan bahwa setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup dapat dipidana dengan penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun serta denda paling sedikit Rp3 miliar dan paling banyak Rp10 miliar.
UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, Pasal 50 dan Pasal 78:
Menyatakan larangan kegiatan yang menyebabkan kerusakan hutan tanpa izin, dengan ancaman pidana penjara hingga 10 tahun dan denda hingga Rp5 miliar, khususnya jika kegiatan dilakukan di kawasan hutan lindung.
KUHP Pasal 170 dan Pasal 406, jika terbukti merusak fasilitas umum atau lingkungan dengan kekerasan atau dengan sengaja, juga dapat dikenai tambahan pidana.
Hingga berita ini diturunkan, media ini masih menelusuri keterlibatan pihak-pihak yang diduga terlibat, termasuk pemilik ekskavator, pengelola tambang, pemilik truk, serta pemilik mesin pencucian pasir. Data mengenai jalur distribusi hasil tambang ke para penampung juga masih dikumpulkan.
Sebagai bentuk konfirmasi dan klarifikasi, wartawan Satu Detik ini akan menghubungi pihak-pihak terkait, antara lain Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Kepri, BP Batam, DPRD Kota Batam Komisi III bidang lingkungan hidup, serta Kejaksaan Negeri Batam.
Part..1
0 Komentar